Selasa, 30 Juni 2009

AROMA TERAPI

Biasanya mahasiswa ketika mengikuti perkuliahan sering diikuti oleh perasaaan stress. Stress seringkali timbul sehingga menyebabkan mahasiswa tidak dapat mengikuti perkuliahan secara efektif. Menurut Dr. So Koo Meng, MBBS, Mmed, FAMS, Adjunct Associate Professor National University of Singapore. Gejala Stres timbul akibat dari ketidak harmonisan pemenuhan keinginan dan kemampuan untuk menghadapinya. Stres adalah reaksi alami tubuh untuk mempertahankan diri dari tekanan secara psikis. Tubuh manusia dirancang khusus agar bisa merasakan dan merespon gangguan psikis ini. Tujuannya agar manusia tetap waspada dan siap untuk menghindari bahaya. Kondisi ini jika berlangsung lama akan menimbulkan perasaan cemas, takut dan tegang.

Pada kenyataannya keadaan stress seperti ini sering dialami oleh mahasiswa Psikologi terutama yang mengikuti mata kuliah Statistik II. Keadaan ini bisa disebabkan karena proses belajar mengajar yang kurang menarik atau bisa dikatakan bobot mata kuliah Statistik berat. Hal ini dikarenakan mata kuliah statistik lebih menekankan pada rumus dan pemahaman, tidak hanya sekedar hafalan. Jelas sekali hal ini bisa menimbulkan stress bagi mahasiswa. Dan akhirnya, stress yang ditimbulkan dapat mengurangi kenyamanan saat mengikuti mata kuliah tersebut dan mungkin akan menghambat belajar mahasiswa. Seperti Pusing-pusing/sakit kepala, kelelahan, Ingin mengerjakan segalanya dengan cepat, ingatan melemah, tidak mampu berkonsentrasi, tidak sanggup melaksanakan tugas yang sudah dimulai, kehilangan semangat.

Aromaterapi sendiri adalah terapi menggunakan essential oil atau sari minyak murni untuk membantu memperbaiki atau menjadi kesehatan, membangkitkan semangat, gairah, menyegarkan serta menenangkan jiwa, dan merangsang proses penyembuhan.


Aromaterapi yang dipakai bisa berupa pengharum ruangan, dupa (incense stick), cologne/parfum, minyak esensial yang dibakar bersama air di atas tungku kecil, atau bentuk-bentuk yang lainnya. Aromaterapi selalu dihubungkan dengan hal-hal menyenangkan agar membuat jiwa, tubuh dan pikiran merasa relaks dan 'bebas'. Pada tahun 1928 penggunaan istilah aromaterapi dipopulerkan oleh Rene Maurice Gattefosse di Perancis. Aromaterapi digunakan untuk rileksasi dan pengobatan. Bahkan pada Perang Dunia II minyak esensial untuk aromaterapi ini digunakaan untuk pengobatan karena pada zaman itu sulit memperoleh antibiotika. Minyak tersebut mengandung bahan kimia asli dari tumbuhan tersebut berupa zat antiseptik seperti fenol dan alkohol dan molekul-molekul lain. Khasiatnya menyembuhkan berbagai penyakit serta menyebarkan bau harum.

Bagaimana cara kerja aromaterapi itu? Ketika hidung menghirup wangi minyak esensial yang telah terbukti mampu mempengaruhi emosi. Minyak yang dihirup akan membuat vibrasi di hidung. Dari sini minyak yang mempunyai manfaat tertentu itu akan mempengaruhi sistem limbik, tempat pusat memori, suasana hati, dan intelektualitas berada.

Menurut Dr. Alan Huck (neurology psikiater dan Direktur Pusat Penelitian Bau dan Rasa di Chicago), bau berpengaruh langsung terhadap otak manusia, mirip narkotika. Ternyata hidung kita memiliki kemampuan untuk membedakan lebih dari 100.000 bau yang berbeda yang mempengaruhi kita dan itu terjadi tanpa kita sadari. Bau-bauan tersebut mempengaruhi bagian otak yang berkaitan dengan mood (suasana hati), emosi, ingatan, dan pembelajaran. Misalnya, dengan menghirup aroma lavender maka akan meningkatkan gelombang-gelombang alfa di dalam otak dan gelombang inilah yang membantu kita untuk merasa rileks. Sementara dengan menghirup aroma bunga melati maka akan meningkatkan gelombang-gelombang beta dalam otak yang meningkatkan ketangkasan dan kesiagaan.) Selain itu Lavender dipercaya bisa membantu terciptanya keseimbangan tubuh dan pikiran. Sedangkan wewangian Lemon digunakan untuk menenangkan suasana. Aromanya yang menggemaskan dapat membuat anda makin percaya diri, merasa lebih santai, dapat menenangkan syaraf, tetapi tetap membuat kita sadar.

Diharapkan setelah pemberian Aromaterapi dapat mengurangi tingkat stres para mahasiswa saat mengikuti mata kuliah Statistik II. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka peneliti berusaha untuk mengatasi atau melakukan suatu penanganan atas tingkat stress yang tinggi dari para mahasiswa itu. Peneliti mengemukakan suatu solusi yaitu dengan penggunaan Aromaterapi.

Kecerdasan Emosi

1. Pengertian Kecerdasan Emosi

Kecerdasan emosi atau dikenal dengan istilah Emotional Intelligence (EI) adalah kemampuan untuk mengerti dan mengendalikan emosi. Termasuk di dalamnya kemampuan untuk membina hubungan dengan orang lain di sekitarnya. EI ini tidak saling bertabrakan dengan IQ karena memang punya wilayah 'kekuasaan' yang berbeda. IQ umumnya berhubungan dengan kemampuan berpikir kritis dan analitis, dan diasosiasikan dengan otak kiri. Sementara, EI lebih banyak berhubungan dengan perasaan dan emosi (otak kanan). Kalau ingin mendapatkan tingkah laku yang cerdas maka kemampuan emosi juga harus diasah. Karena untuk dapat berhubungan dengan orang lain secara baik kita memerlukan kemampuan untuk mengerti dan mengendalikan emosi diri dan orang lain secara baik. Di sinilah fungsi dari kecerdasan emosi.

EI bukan merupakan bakat, tapi aspek emosi di dalam diri kita yang bisa dikembangkan dan dilatih. Jadi setiap orang sudah dianugerahi oleh Tuhan kecerdasan emosi. Tinggal sejauh mana pengembangannya, itu tergantung kemauan kita sendiri. Satu yang pasti, EI kita akan terbentuk dengan baik apabila dilatih dan dikembangkan secara intensif dengan cara, metode dan waktu yang tepat.

Ada lima wilayah utama dalam EI, yakni : mengenali emosi diri, mengendalikan emosi diri, memotivasi diri, mengenali emos orang lain dan membina hubungan dengan orang lain. EI yang baik akan mampu memaksimalkan prestasi kita. Kita bisa bekerja efektif dalam sebuah tim, bisa mengenali dan mengendalikan emosinya sendiri dan orang lain dengan tepat. Umumnya, orang yang memiliki EI tinggi akan terlihat bahagia dan produktif serta sehat jasmani dan rohani.

2. Aspek-Aspek Kecerdasan Emosi

Aspek - aspek kecerdasan emosi menurut Rakhmat, 1985 adalah sebagai berikut :

a. Pengelolaan diri

Mengandung arti bagaimana seseorang mengelola diri dan perasaan-perasaan yang dilaminya.

b. Kemampuan untuk memotivasi diri

Kemampuan ini berguna untuk mencapai tujuan jangka panjang, mengatasi setiap kesulitan yang dialami bahkan untuk melegakan kegagalan yang terjadi.

c. Empati

Empati ini dibangun dari kesadaran diri dan dengan memposisikan diri senada, serasa dengan emosi orang lain akan membantu anda membaca dan memahami perasaan orang lain tersebut.

d. Ketrampilan sosial

Merupakan ketrampilan yang dapat dipelajari seseorang semenjak kecil mengenai pola-pola berhubungan dengan orang lain.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi

Walgito (1993) membagi faktor yang mempengruhi pesepsi menjadi dua faktor yaitu :

a. Faktor Internal.

Faktor internal adalah apa yang ada dalam diri individu yang mempengaruhi kecerdasan emosinya. Faktor internal ini memiliki dua sumber yaitu segi jasmani dan segi psikologis. Segi jasmani adalah faktor fisik dan kesehatan individu, apabila fisik dan kesehatan seseorang dapat terganggu dapat dimungkinkan mempengaruhi proses kecerdasan emosinya. Segi psikologis mencakup didalamnya pengalaman, perasaan, kemampuan berfikir dan motivasi.

b. Faktor Eksternal.

Faktor ekstemal adalah stimulus dan lingkungan dimana kecerdasan emosi berlangsung. Faktor ekstemal meliputi: 1) Stimulus itu sendiri, kejenuhan stimulus merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam memperlakukan kecerdasan emosi tanpa distorsi dan 2) Lingkungan atau situasi khususnya yang melatarbelakangi proses kecerdasan emosi. Objek lingkungan yang melatarbelakangi merupakan kebulatan yang sangat sulit dipisahkan.


Inteligensi dan IQ

Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi inteligensi adalah :

Faktor bawaan atau keturunan

Penelitian membuktikan bahwa korelasi nilai tes IQ dari satu keluarga sekitar 0,50. Sedangkan di antara 2 anak kembar, korelasi nilai tes IQnya sangat tinggi, sekitar 0,90. Bukti lainnya adalah pada anak yang diadopsi. IQ mereka berkorelasi sekitar 0,40 - 0,50 dengan ayah dan ibu yang sebenarnya, dan hanya 0,10 - 0,20 dengan ayah dan ibu angkatnya. Selanjutnya bukti pada anak kembar yang dibesarkan secara terpisah, IQ mereka tetap berkorelasi sangat tinggi, walaupun mungkin mereka tidak pernah saling kenal.

Faktor lingkungan

Walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak lahir, ternyata lingkungan sanggup menimbulkan perubahan-perubahan yang berarti. Inteligensi tentunya tidak bisa terlepas dari otak. Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang amat penting.

Inteligensi dan IQ

Orang seringkali menyamakan arti inteligensi dengan IQ, padahal kedua istilah ini mempunyai perbedaan arti yang sangat mendasar. Arti inteligensi sudah dijelaskan di depan, sedangkan IQ atau tingkatan dari Intelligence Quotient, adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan.

Skor IQ mula-mula diperhitungkan dengan membandingkan umur mental (Mental Age) dengan umur kronologik (Chronological Age). Bila kemampuan individu dalam memecahkan persoalan-persoalan yang disajikan dalam tes kecerdasan (umur mental) tersebut sama dengan kemampuan yang seharusnya ada pada individu seumur dia pada saat itu (umur kronologis), maka akan diperoleh skor 1. Skor ini kemudian dikalikan 100 dan dipakai sebagai dasar perhitungan IQ. Tetapi kemudian timbul masalah karena setelah otak mencapai kemasakan, tidak terjadi perkembangan lagi, bahkan pada titik tertentu akan terjadi penurunan kemampuan.

Pengukuran Inteligensi

Pada tahun 1904, Alfred Binet dan Theodor Simon, 2 orang psikolog asal Perancis merancang suatu alat evaluasi yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan kelas-kelas khusus (anak-anak yang kurang pandai). Alat tes itu dinamakan Tes Binet-Simon. Tes ini kemudian direvisi pada tahun 1911.

Tahun 1916, Lewis Terman, seorang psikolog dari Amerika mengadakan banyak perbaikan dari tes Binet-Simon. Sumbangan utamanya adalah menetapkan indeks numerik yang menyatakan kecerdasan sebagai rasio (perbandingan) antara mental age dan chronological age. Hasil perbaikan ini disebut Tes Stanford_Binet. Indeks seperti ini sebetulnya telah diperkenalkan oleh seorang psikolog Jerman yang bernama William Stern, yang kemudian dikenal dengan Intelligence Quotient atau IQ. Tes Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun.

Salah satu reaksi atas tes Binet-Simon atau tes Stanford-Binet adalah bahwa tes itu terlalu umum. Seorang tokoh dalam bidang ini, Charles Sperrman mengemukakan bahwa inteligensi tidak hanya terdiri dari satu faktor yang umum saja (general factor), tetapi juga terdiri dari faktor-faktor yang lebih spesifik. Teori ini disebut Teori Faktor (Factor Theory of Intelligence). Alat tes yang dikembangkan menurut teori faktor ini adalah WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale) untuk orang dewasa, dan WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children) untuk anak-anak.

Di samping alat-alat tes di atas, banyak dikembangkan alat tes dengan tujuan yang lebih spesifik, sesuai dengan tujuan dan kultur di mana alat tes tersebut dibuat.

Inteligensi dan Bakat

Inteligensi merupakan suatu konsep mengenai kemampuan umum individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam kemampuan yang umum ini, terdapat kemampuan-kemampuan yang amat spesifik. Kemampuan-kemampuan yang spesifik ini memberikan pada individu suatu kondisi yang memungkinkan tercapainya pengetahuan, kecakapan, atau ketrampilan tertentu setelah melalui suatu latihan. Inilah yang disebut Bakat atau Aptitude. Karena suatu tes inteligensi tidak dirancang untuk menyingkap kemampuan-kemampuan khusus ini, maka bakat tidak dapat segera diketahui lewat tes inteligensi.

Alat yang digunakan untuk menyingkap kemampuan khusus ini disebut tes bakat atau aptitude test. Tes bakat yang dirancang untuk mengungkap prestasi belajar pada bidang tertentu dinamakan Scholastic Aptitude Test dan yang dipakai di bidang pekerjaan adalah Vocational Aptitude Test dan Interest Inventory. Contoh dari Scholastic Aptitude Test adalah tes Potensi Akademik (TPA) dan Graduate Record Examination (GRE). Sedangkan contoh dari Vocational Aptitude Test atau Interest Inventory adalah Differential Aptitude Test (DAT) dan Kuder Occupational Interest Survey.

Inteligensi dan Kreativitas

Kreativitas merupakan salah satu ciri dari perilaku yang inteligen karena kreativitas juga merupakan manifestasi dari suatu proses kognitif. Meskipun demikian, hubungan antara kreativitas dan inteligensi tidak selalu menunjukkan bukti-bukti yang memuaskan. Walau ada anggapan bahwa kreativitas mempunyai hubungan yang bersifat kurva linear dengan inteligensi, tapi bukti-bukti yang diperoleh dari berbagai penelitian tidak mendukung hal itu. Skor IQ yang rendah memang diikuti oleh tingkat kreativitas yang rendah pula. Namun semakin tinggi skor IQ, tidak selalu diikuti tingkat kreativitas yang tinggi pula. Sampai pada skor IQ tertentu, masih terdapat korelasi yang cukup berarti. Tetapi lebih tinggi lagi, ternyata tidak ditemukan adanya hubungan antara IQ dengan tingkat kreativitas.

Para ahli telah berusaha mencari tahu mengapa ini terjadi. J. P. Guilford menjelaskan bahwa kreativitas adalah suatu proses berpikir yang bersifat divergen, yaitu kemampuan untuk memberikan berbagai alternatif jawaban berdasarkan informasi yang diberikan. Sebaliknya, tes inteligensi hanya dirancang untuk mengukur proses berpikir yang bersifat konvergen, yaitu kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau kesimpulan yang logis berdasarkan informasi yang diberikan. Ini merupakan akibat dari pola pendidikan tradisional yang memang kurang memperhatikan pengembangan proses berpikir divergen walau kemampuan ini terbukti sangat berperan dalam berbagai kemajuan yang dicapai oleh ilmu pengetahuan.


Kecerdasan Emosional

Selama ini banyak orang menganggap bahwa jika seseorang memiliki tingkat kecerdasan intelektual (IQ) yang tinggi, maka orang tersebut memiliki peluang untuk meraih kesuksesan yang lebih besar di banding orang lain. Pada kenyataannya, ada banyak kasus di mana seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan intelektual yang tinggi tersisih dari orang lain yang tingkat kecerdasan intelektualnya lebih rendah. Ternyata IQ (Intelligence Quotient) yang tinggi tidak menjamin seseorang akan meraih kesuksesan.

Daniel Goleman, seorang profesor dari Universitas Harvard menjelaskan bahwa ada ukuran/patokan lain yang menentukan tingkat kesuksesan seseorang. Dalam bukunya yang terkenal, Emotional Intelligence, membuktikan bahwa tingkat emosional manusia lebih mampu memperlihatkan kesuksesan seseorang.

Intelligence Quotient (IQ) tidak dapat berkembang. Jika seseorang terlahir dengan kondisi IQ sedang, maka IQ-nya tidak pernah bisa bertambah maupun berkurang. Artinya, jika seseorang terlahir dengan kecerdasan intelektual (IQ) yang cukup, percuma saja dia mencoba dengan segala cara untuk mendapatkan IQ yang superior (jenius), begitu pula sebaliknya. Tetapi, Emotional Quotient(EQ) dapat dikembangkan seumur hidup dengan belajar.

Kecerdasan Emosional (EQ) tumbuh seiring pertumbuhan seseorang sejak lahir hingga meninggal dunia. Pertumbuhan EQ dipengaruhi oleh lingkungan, keluarga, dan contoh-contoh yang didapat seseorang sejak lahir dari orang tuanya. Kecerdasan Emosi menyangkut banyak aspek penting, yang agaknya semakin sulit didapatkan pada manusia modern, yaitu:

· empati (memahami orang lain secara mendalam)

· mengungkapkan dan memahami perasaan

· mengendalikan amarah

· kemandirian

· kemampuan menyesuaikan diri

· disukai

· kemampuan memecahkan masalah antar pribadi ketekunan

· kesetiakawanan

· keramahan

· sikap hormat

Orang tua adalah seseorang yang pertama kali harus mengajarkan kecerdasan emosi kepada anaknya dengan memberikan teladan dan contoh yang baik. Agar anak memiliki kecerdasan emosi yang tinggi, orang tua harus mengajar anaknya untuk :

· membina hubungan persahabatan yang hangat dan harmonis

· bekerja dalam kelompok secara harmonis

· berbicara dan mendengarkan secara efektif

· mencapai prestasi yang lebih tinggi sesuai aturan yang ada (sportif)

· mengatasi masalah dengan teman yang nakal

· berempati pada sesama

· memecahkan masalah

· mengatasi konflik

· membangkitkan rasa humor

· memotivasi diri bila menghadapi saat-saat yang sulit

· menghadapi situasi yang sulit dengan percaya diri

· menjalin keakraban

Jika seseorang memiliki IQ yang tinggi, ditambah dengan EQ yang tinggi pula, orang tersebut akan lebih mampu menguasai keadaan, dan merebut setiap peluang yang ada tanpa membuat masalah yang baru.

MUKZIJAT NABI MUHAMMAD SAW

Pohon-pohon mendatangi seruannya dengan ketundukkan
Berjalan dengan batangnya dengan lurus dan sopan

Seakan batangnya torehkan sebuah tulisan
Tulisan yang indah di tengah-tengah jalan

Seperti juga awan gemawan yang mengikuti Nabi
Berjalan melindunginya dari sengatan panas siang hari

Aku bersumpah demi Allah pencipta rembulan
Sungguh hati Nabi bagai bulan dalam keterbelahan

Gua Tsur penuh kebaikan dan kemuliaan. Sebab Nabi
dan Abu Bakar di dalamnya, kaum kafir tak lihat mereka

Nabi dan Abu Bakar Shiddiq aman didalamnya tak cedera
Kaum kafir mengatakan tak seorang pun didalam gua

Mereka mengira merpati takkan berputar diatasnya
Dan laba laba takkan buat sarang jika Nabi didalamnya

Perlindungan Allah tak memerlukan berlapis baju besi
Juga tidak memerlukan benteng yang kokoh dan tinggi

Tiada satu pun menyakiti diriku, lalu kumohon bantuan Nabi
Niscaya kudapat pertolongannya tanpa sedikit pun disakiti

Tidaklah kucari kekayaan dunia akhirat dari kemurahannya
Melainkan kuperoleh sebaikbaik pemberiannya

Janganlah kau pungkiri wahyu yang diraihnya lewat mimpi
Karena hatinya tetap terjaga meski dua matanya tidur terlena

Demikian itu tatkala sampai masa kenabiannya
Karenanya tidaklah diingkari masa mengalami mimpinya

Maha suci Allah, wahyu tidaklah bisa dicari
Dan tidaklah seorang Nabi dalam berita gaibnya dicurigai

Kerap sentuhannya sembuhkan penyakit
Dan lepaskan orang yang berhajat dari temali kegilaan

Doanya menyuburkan tahun kekeringan dan kelaparan
Bagai titik putih di masa-masa hitam kelam

Dengan awan yang curahkan hujan berlimpah
Atau kau kira itu air yang mengalir dari laut atau lembah

Selasa, 16 Juni 2009

MENGINGAT ALLAH


"jika hamba – hambaKu itu sudah mendekat kepada-Ku dengan hal yang fardhu dan yang sunnah sampai Aku mencintainya, maka jika Aku mencintainya Aku akan menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, Aku menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat dan aku menjadi tangan dan kakinya yang ia gunakan untuk bergerak dan jika ia meminta pada-Ku, Aku akan mengabulkan permintaannya, jika ia minta perlindungan maka Aku melindunginya”.

Sabtu, 13 Juni 2009

Kegelisahan


KAMI ANAK-ANAK JAMAN YANG SELALUBERLARI DENGAN GIRANG
KAMI ANAK-ANAK JAMAN YANG SUCI DARI KEHIDUPAN..
ANAK-ANAK JAMAN YANG LAHIR DARI CEROBONG JANTUNG KOTA...
ANAK-ANAK JAMAN YANG BESAR DENGAN KEMANDIRIAN...

ANAK-ANAK JAMAN YANG PUNYA SEJUTA ASA...
WAHASPATI MENGHUNUS SEBILAH PUISI...
BAGASKARA MENANCAPKAN KATA-KATA PUJANGGA...
SEIRING ANAK JAMAN BERLARI DENGAN GIRANG...
SEIRING ANAK JAMAN BERGERAK DALAM KEHIDUPAN
HENTAKKAN KAKI DISETIAP DERAP TITIAN...
ANAK-ANAK JAMAN YANG MAMPU MERANGKUL JAGAD DAN ISINYA...

YANG MEMPUNYAI SEJUTA MIMPI DAN HARAPAN...